Ø Latar belakang filosofis dari
Wawasan Nusantara
Latar belakang filosofi sebagai dasar pemikiran dan
pembinaan nasional Indonesia ditinjau dari :
1. Pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila
Manusia Indonesia adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak dan daya pikir, sadar akan
keberadaannya yang serba terhubung dengan sesama, lingkungan, alam semesta dan
dengan Penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa dan karya untuk mempertahankan
eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi. Adanya
kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia Indonesia memiliki
motivasi demi terciptanya suasana damai dan tentram menuju kebahagiaan serta
demi terselenggaranya keteraturan dalam membina hubungan antar sesamanya.
Dengan demikian nilai-nilai
Pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan
kesadaran bangsa Indonesia, termasuk didalam menggali dan mengembangkan Wawasan
Nasional.
Wawasan Nasional merupakan pancaran
dari Pancasila oleh karena itu menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan
dengan tidak menghilangkan ciri, sifat dan karakter dari kebhinekaan
unsur-unsur pembentuk bangsa (suku bangsa, etnis dan golongan).
2. Pemikiran berdasarkan aspek kewilayahan
Dalam kehidupan bernegara, geografi
merupakan suatu fenomena yang mutlak diperhatikan dan diperhitungkan baik
fungsi maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tata laku negara ybs.
Wilayah Indonesia pada saat merdeka
masih berdasarkan peraturan tentang wilayah teritorial yang dibuat oleh Belanda
yaitu “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939” (TZMKO 1939),
dimana lebar laut wilayah/teritorial Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis
air rendah masing-masing pulau Indonesia.
TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan
wilayah Indonesia sebab antara satu pulau dengan pulau yang lain menjadi
terpisah- pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah mengeluarkan
Deklarasi Djuanda yang isinya :
a. Segala perairan disekitar, diantara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan
tidak memandang luas/lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah
daratan Indonesia.
b. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapal-
kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan
dan keselamatan negara Indonesia.
c. Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari
garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau- pulau negara
Indonesia.
Sebagai negara kepulauan yang
wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan
wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara.
Luas wilayah laut Indonesia sekitar
5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah
kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah
disepakati oleh PBB tahun 1982. Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan
tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi
Eksklusif.
a.
Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis
khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada
dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang
dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis
masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis
batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis dasar adalah garis khayal yang
menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar.
Sebuah negara mempunyai hak
kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban
menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan
laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4
Prp. 1960.
b.
Zona Landas Kontinen
Landas Kontinen ialah dasar laut
yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen
(benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua
buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen
Australia.
Adapun batas landas kontinen
tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua
negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara
tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas
kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam
yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas
damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah
Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
c.
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur
laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di
dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam
memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan
pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui
sesuai dengan prinsip- prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen,
dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling
tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya
dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona
ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21
Maret 1980.
Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum
Laut Internasional ke- 3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan
Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982
(United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang
Hukum Laut.
Indonesia meratifikasi
Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982
telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang
sedang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya UNCLOS 1982 berpengaruh
dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah
luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia. Perjuangan
tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan kedaulatan dirgantara yakni
wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo
Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan.
Ruang udara adalah ruang yang
terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan
melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi. Ruang daratan,
ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Sebagian besar negara di dunia,
termasuk Indonesia, telah meratifikasi Konvensi Geneva 1944 (Convention on
International Civil Aviation) sehingga kita menganut pemahaman bahwa setiap
negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di
atas wilayahnya, dan tidak dikenal adanya hak lintas damai. Jadi tidak satu pun
pesawat udara asing diperbolehkan melalui ruang udara nasional suatu negara
tanpa izin negara yang bersangkutan.
3. Pemikiran berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Budaya/kebudayaan secara etimologis
adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan budi manusia. Kebudayaan
diungkapkan sebagai cita, rasa dan karsa (budi, perasaan, dan kehendak).
Sosial budaya adalah faktor dinamik
masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir batin yang
memungkinkan hubungan sosial diantara anggota-anggotanya.
Secara universal kebudayaan masyarakat yang heterogen mempunyai
unsur-unsur yang sama:
-
sistem religi dan upacara
keagamaan
-
sistem masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan
-
sistem pengetahuan
-
bahasa
-
keserasian
-
sistem mata pencaharian
-
sistem teknologi dan peralatan
Sesuai dengan sifatnya, kebudayaan
merupakan warisan yang bersifat memaksa bagi masyarakat ybs, artinya setiap
generasi yang lahir dari suatu masyarakat dengan serta merta mewarisi norma-norma
budaya dari generasi sebelumnya. Warisan budaya diterima secara emosional dan
bersifat mengikat ke dalam (Cohesivness) sehingga menjadi sangat sensitif.
Berdasar ciri dan sifat kebudayaan
serta kondisi dan konstelasi geografi, masyarakat Indonesia sangat heterogen
dan unik sehingga mengandung potensi konflik yang sangat besar, terlebih
kesadaran nasional masyarakat yang relatif rendah sejalan dengan terbatasnya
masyarakat terdidik.
Besarnya potensi antar golongan di
masyarakat yang setiap saat membuka peluang terjadinya disintegrasi bangsa
semakin mendorong perlunya dilakukan proses sosial yang akomodatif. Proses
sosial tersebut mengharuskan setiap kelompok masyarakat budaya untuk saling
membuka diri, memahami eksistensi budaya masing-masing serta mau menerima dan
memberi.
Proses sosial dalam upaya menjaga
persatuan nasional sangat membutuhkan kesamaan persepsi atau kesatuan cara
pandang diantara segenap masyarakat tentang eksistensi budaya yang sangat
beragam namun memiliki semangat untuk membina kehidupan bersama secara
harmonis.
4. Pemikiran berdasarkan aspek kesejarahan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih
cita-cita pada umumnya tumbuh dan berkembang akibat latar belakang sejarah.
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit landasannya adalah mewujudkan kesatuan
wilayah, meskipun belum timbul rasa kebangsaan namun sudah timbul semangat
bernegara. Kaidah- kaidah negara modern belum ada seperti rumusan falsafah
negara, konsepsi cara pandang dsb. Yang ada berupa slogan- slogan seperti yang
ditulis oleh Mpu Tantular yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Penjajahan disamping menimbulkan
penderitaan juga menumbuhkan semangat untuk merdeka yang merupakan awal
semangat kebangsaan yang diwadahi Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928).
Wawasan Nasional Indonesia diwarnai
oleh pengalaman sejarah yang menginginkan tidak terulangnya lagi perpecahan
dalam lingkungan bangsa yang akan melemahkan perjuangan dalam mengisi
kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai hasil
kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.
Ø Dasar Pemikiran Wawasan Nasional
Indonesia
Bangsa Indonesia dalam menentukan
wawasan nasional mengembangkan dari kondisi nyata. Indonesia dibentuk dan
dijiwai oleh pemahaman kekuasan dari bangsa Indonesia yang terdiri dari latar
belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.
Ø Implementasi Wawasan Nusantara
Penerapan
Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak
yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara.
a. Implementasi dalam kehidupan politik, adalah menciptakan
iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan
yang kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi, adalah menciptakan
tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah
menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati
segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan
karunia sang pencipta.
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan Keamanan, adalah
menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan membentuk sikap bela negara pada
setiap WNI.
Oleh, kelompok 1:
Ajeng Kusuma Wardani
(10211492)
Septy Ariyani (16211677)
Nur Amalia W (15211383)
Eneus Muliya Asih
(12211432)
Halimatus Sadiyah
(13211162)
Sentiana Hutasoit
(18211734)
Satria Mandala (16211632)
Mario Ignatius (14211254)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar