A. Pengertian
Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi Manusia
pertama kali muncul sebagai hasil dari Ravolusi Perancis tahun 1789, yang membebaskan
warga negara Perancis dari kekuasaan raja sebagai penguasa tunggal. Istilah
yang digunakan adalah Droit de I’homme yang berarti hak manusia.
DEFINISI
HAM (HAK ASASI MANUSIA) menurut para ahli :
a. Menurut John
Locke :
Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
(Pasal 1 angka 1 UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
b. Menurut Jack
Donnely :
Hak Asasi Manusia adalah
hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan
hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
c. Menurut Meriam
Budiardjo :
Hak Asasi Manusia adalah
hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
d. Menurut Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Hak Asasi Manusia
merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Dianggap bahwa beberapa
hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan
karena itu bersifat universal.
Nilai universal ini yang
kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara
untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai
universal ini dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian
internasional di bidang HAM.
Ada 3 hak asasi manusia
yang paling fundamental (pokok) dalam kehidupan sehari - hari, yaitu :
a. Hak
Hidup (life)
b. Hak
Kebebasan (liberty)
c. Hak
Memiliki (property)
Adapun
macam-macam hak asasi manusia dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Hak
asasi pribadi, yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi
manusia.
Contohnya : hak beragama, hak menentukan jalan hidup, dan
hak bicaara.
b. Hak
asasi politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contohnya : hak
mengeluarkan pendapat, ikut serta dalam pemilu, berorganisasi.
c. Hak
asasi ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian.
Contohnya : hak memiliki
barang, menjual barang, mendirikan perusahaan/berdagang, dan lain-lain.
d. Hak
asasi budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat.
Contohnya : hak mendapat
pendidikan, hak mendapat pekerjaan, hak mengembangkan seni budaya, dan
lain-lain.
e. Hak
kesamaan kedudukan dalam hukum dah pemerintahan, yaitu hak yang berkaiatan
dengan kehidupan hukum dan pemerintahan.
Contohnya : hak mendapat
perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi pejabat pemerintah, hak
untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain.
f. Hak
untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan.
Contohnya : dalam
penyelidikan, dalam penahanan, dalam penyitaan, dan lain-lain.
Hukum
HAM di Era Orde Lama
Pada tahun 1945 hingga sekitar tahun
1950-an pemerintahan Indonesia senantiasa melaksanakan pemerintahan yang
demokratis dan menghormati HUkum HAM. Berbagai maklumat yang dikeluarkan oleh
Presiden Soekarno pada masa-masa itu mencerminkan kebijakan yang demokratis dan
penghormatan hak-hak asasi manusia.
Situasi tersebut kemudian berubah setelah
dilaksanakannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai awal dilaksanakannya
demokrasi terpimpin. Terjadi degradasi politik dan muncul ketimpangan ekonomi
serta kemiskinan rakyat dimana-mana. Kebebasan hak politik dan hak sipil
kemudian dikekang. Inilah kemudian yang menjadi bukti bahwa lemahnya pondasi
UUD 1945 dalam memberikan jaminan terhadap perlindungan hukum HAM telah
menyebabkan terjadinya kesewenang-wenangan oleh kekuasaan.
Hukum
HAM pada Era Orde Baru
Kondisi
Hukum HAM di Indonesia pada masa kekuasaan pemerintahan Orde Baru tentu saja
menjadi lebih parah. Pada masa orde baru pemerintahan telah mengekang hak
berserikat, hak berekspresi dan hak berpendapat. Selain itu, pemerintahan orde
baru juga melakukan eliminasi dan mereduksi konsep HAM serta melakukan
pembunuhan dan penghilangan orang secara paksa.
Pengekangan terhadap hak berserikat,
berekspresi dan berorganisasi tersebut dapat dilihat dalam kebijakan orde baru
yang menyederhanakan partai poiltik dengan cara meleburkan sejumlah partai
politik. Selain itu dilakukan kntrol yang ketat terhadap media massa dan
organisasi-organisasi sosial serta mahasiswa.
Eliminasi dan reduksi terhadap konsep Hukum
HAM dijalankan dengan cara menjadikan pennafsirannya terhadap Pancasilan dan
UUD 1945 sebagai satu-satunya ideologi dan cara pandang yang benar. Hukum dan
HAM adalah sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Konsepsi
Hukum HAM yang bersifat universal adalah berasal dari barat yang bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pembunuhan dan penghilangan orang secara
paksa sebagai wujud nyata pelanggaran HAM juga terjadi pada masa orde baru. Hal
ini dapat dilihat dalam kasus pembuhan terhadap mereka yang dianggap PKI baik
secara langsung maupun tidak langsung. Begitu pula dalam beberapa kasus
pelanggaran HAM seperti yang terjadi dalam Peristiwa Tanjung Priok, Talangsari
serta kasus-kasus pembunuhan yang terjadi dalam operasi militer di Aceh
dan Papua.
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata
peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam
proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru
“membekukan” pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk
beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia;
di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU
Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan
lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan
penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada
masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
Data-Data Kasus Pelanggaran HAM Semasa
Orde Baru
Sungguh begitu miris jika mengingat
perjalanan bangsa yang penuh luka dan darah. Berbagai pelanggaran HAM yang
terjadi pada tahun 1965 dan masa pemerintahan order baru. Pelanggaran tersebut
antara lain:
1965
Penculikan
dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat.
Penangkapan,
penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai
pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun
pasif dalam kejadian ini.
1966
Penahanan
dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang
tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan
intimidasi di penjara.
Dr.
Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan
Desember.
Sekolah-
sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
Koran-koran
berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
April,
gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di
Jakarta .
Kerusuhan
anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
Tempat
Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke
sana .
Operasi
Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
Tidak
menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil
akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum
mewakili suara seluruh rakyat Papua.
Dikembangkannya
peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai
politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut
bukan termasuk partai politik.
1970
Pelarangan
demo mahasiswa.
Peraturan
bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
Sukarno
meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
Larangan
penyebaran ajaran Bung Karno.
1971
Usaha
peleburan partai- partai.
Intimidasi
calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
Pembangunan
Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
Pemerkosaan
Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih
ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah
Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972
Kasus
sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
Kerusuhan
anti Cina meletus di Bandung .
1974
Penahanan
sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di
Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari.
Sebelas pendemo terbunuh.
Pembredelan
beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar
Lubis.
1975
Invansi
tentara Indonesia ke Timor- Timur.
Kasus
Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977
Tuduhan
subversi terhadap Suwito.
Kasus
tanah Siria- ria.
Kasus
Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang
hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran
yang kurang dari si hakim.
Kasus
subversi komando Jihad.
1978
Pelarangan
penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di
Indonesia.
Pembungkaman
gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa
mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
Pembredelan
tujuh surat kabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peristiwa di atas.
1980
Kerusuhan
anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan
dan Kudus.
Penekanan
terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit,
dilarang ke luar negeri.
1981
Kasus
Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok.
Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
Kasus
Tanah Rawa Bilal.
Kasus
Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan
pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang
memadai.
Majalah
Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh
orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta . Kampanye massa Golkar
diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa
tadi.
1983
Orang-
orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara
misterius di muka umum.
Pelanggaran
gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
Berlanjutnya
Pembunuhan Misterius di Indonesia.
Peristiwa
pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
Tuduhan
subversi terhadap Dharsono.
Pengeboman
beberapa gereja di Jawa Timur
1985
Pengadilan
terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.
1986
Pembunuhan
terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka
yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
Pengusiran,
perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
Kasus
subversi terhadap Sanusi.
Ekskusi
beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
Kasus
tanah Kedung Ombo.
Kasus
tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
Kasus
tanah Kemayoran.
Kasus
tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan
peristiwa Talang sari.
Bentrokan
antara aktivis islam dan aparat di Bima.
Badan
Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya
terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
Pembantaian
di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda Timor
yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
1992
Keluar
Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.
Penangkapan
Xanana Gusmao.
1993
Pembunuhan
terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
1994
Tempo,
Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang
bekas oleh Habibie.
1995
Kasus
Tanah Koja.
Kerusuhan
di Flores.
1996
Kerusuhan
anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya.
Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan.
Sengketa
antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran
lingkungan.
- Sengketa tanah Manis Mata.
- Sengketa tanah Manis Mata.
Kasus
waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka
memprotes penggusuran tanah mereka.
Kasus
penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan
dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di sana.
Kerusuhan
Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
Penyerangan
dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
Kerusuhan
Sambas–Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.
1997
Kasus
tanah Kemayoran.
Kasus
pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998
Kerusuhan
Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan.
Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang.
Tanggal 13 – 15 Mei 1998.
Pembunuhan
terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum kerusuhan
Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang
Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan
dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
Hukum HAM Pasca Orde Baru
Pemerintahan B.J Habibie
bersama dengan Kabinet Reformasi yang dibentuknya memberikan harapan baru bagi
penegakan Hukum HAM di Indonesia. Pemerintahan B.J Habibie melaksanakan
beberapa langkah strategis, diantaranya membuka sistem politik, menunjukkan
kemauan politik untuk memberikan perlindungan HAM, menghentikan KKN, menghapus
Dwi Fungsi ABRI serta melaksanakan pemilihan umum yang demokratis dan berbagai
macam langkah strategis lainnya.
Harapan
terhadap perbaikan kondisi hukum HAM di Indonesia mulai mewujud tatkala MPR
sepakat untuk memasukkan HAM dalam Bab XA yang memuat 10 Pasal mengenai HAM
pada amandemen kedua UUD 1945. Meski demikian, pengaturan mengenai Hukum HAM
dalam UUD 1945 kembali mengulang sejarah seperti yang dialami dalam BPUPKI
dimana terjadi perdebatan dan tarik ulur kepentingan politik pendukung orde
baru yang cemas akan kuatnya tuntutan untuk menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran HAM yang pernah terjadi pada masa orde baru.
Sekali
lagi Hukum HAM pada era reformasi dikompromikan dan hasilnya dapa kita lihat
dalam Perubahan kedua UUD 1945, Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM, serta ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM.
Saat
ini juga telah dibentuk berbagai institusi yang mendukung penegakan dan
perlindungan HAM. Kita tentunya masih berharap banyak untuk terwujudnya
penguatan Hukum HAM di Indonesia. Demikian semoga artikel mengenai hukum HAM
ini bermanfaat.
PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA
Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan HAM pada periode sebelum
kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat tradisional.Dengan cara yang
sederhana,dipimpin oleh tokoh masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum
teroganisasi secara modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih
mengandalkan kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang
menyelamatkan HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan
peningkatan harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang
mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku
Imam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
Perjuangan HAM pada masa
Kebangkitan Nasional(1908)v
Perkembangan HAM pada masa kebangkitan
nasional di mulai dengan banyaknya kaum terpelajar di Indonesia, maka
semakin meningkat pula pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan
martabat manusia terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu
bangsa.disamping itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan
hak kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan strategi dari mengandalkan
kekuatan fisik dengan strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh
perjuanganya sebagai berikut :
Boedi
Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan
adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi
yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat
kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan
berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Perhimpunan
Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Partai
Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih
condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang
berkenan dengan alat produksi.
Indische
Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Partai
Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk
mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan
berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam
penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan
dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad
Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka
hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama
dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan
pikiran dengan tulisan dan lisan.
Perjuangan HAM pada masa sumpah
pemudav
Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda
tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang sangat
kuat pada organisasi pergerakan nasional pada masa itu semula pada jaman itu
banyak yang tidak berani secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun
setelah adanya kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk
menyatakan Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik
dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia merdeka.
B. Periode Setelah
Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
Periode awal kemerdekaan
Indonesia (1945 – 1950)v
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan
masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi
politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat
terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal
karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM. Komitmen
terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat
Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan
kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS
konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini
memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat
tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human
Righty.
Periode 1950 – 1959 (Masa Orde
lama)v
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara
Indonesia dikenal dengan sebutan tum yang sangat membanggakan, karena suasana
kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer
mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof.
Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “
pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum
tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai
politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers
sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan
umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan,
fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat
resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai
wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa
pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di rativikasikan yaitu Hak
politik wanita.
Periode 1959 – 1966v
Pada periode ini sistem pemerintahan yang
berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno
terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin )
kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem
demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada
tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak
sipil dan dan hak politik.
Periode 1966 – 1998 (masa orde
baru)v
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari
Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode
ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM
dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya
pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah
Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang
merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan
guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS
1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan
dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta
Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Periode 1998 – sekarang (masa
reformasi)v
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan
1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di
Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan
pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM.
Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan
dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi
dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui
dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten.
pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ),
ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan
ketentuan perundang – undangam lainnya.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di
Indonesia tengah disorot oleh dunia internasional. Desakan, tawaran bantuan
teknis maupun kritikan telah dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan
internasional. Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus
pelanggaran HAM Timtim.
Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah ini telah
tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era reformasi bergulir.
Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya penegakan
HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi saat ini, telah
memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para pejuang HAM. Komnas HAM
telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto, namun dalam era reformasi ini
kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini. Permasalahan
itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas tentang
HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun masyarakat. Pengetahuan yang
terbatas menyebabkan pembentukan dan pelaksanaan peraturan perundangan menjadi
kurang dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum. Intepretasi yang
berbeda-beda terhadap peraturan perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang proses
penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa masalah,
diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa KPP HAM dalam
memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim ad hoc yang independen
dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses pengakan HAM.
Kelompok
1
Ajeng
Kusuma Wardani (10211492)
Septy
Ariyani (16211677)
Nur
Amalia W (15211383)
Eneus
Muliya Asih (12211432)
Halimatus
Sadiyah (13211152)
Sentiana
Hutasoit (18211734)
Satria
Mandala (16211632)
Mario
Ignatius (14211254)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar